Penulis : Marischa | Editor : Marischa

Tradisi ma’nene’ merupakan salah satu ritual yang dijalankan oleh masyarakat suku Toraja Sulawesi Selatan secara turun-temurun dan masih berlangsung hingga saat ini. Tradisi ini merupakan kebiasaan yang dilestarikan dengan membersihkan jenazah yang sudah meninggal dunia selama bertahun-tahun.

Tradisi ma’nene’ ini biasanya dilakukan selama bulan Juli hingga Oktober. Masyarakat Toraja sendiri sangat melestarikan ritual ma’nene’ ini, dimana dalam pelaksanaannya satu rumpun dari keluarga melakukan pembersihan sebagai garis keturunan dari mendiang yang sudah meninggal dunia.

Nene’ Randa sebagai salah satu tokoh penting dalam ritual ma’nene’ mengatakan bahwa ritual ini merupakan salah satu bentuk penghormatan suku Toraja kepada leluhur mereka yang sudah lebih dulu meninggalkan dunia,  suku Toraja juga sangat menjunjung dan menghormati nilai-nilai dari ma’nene’ ini.

Dalam pelaksanaan ritual ma’nene’ tidak semua masyarakat suku Toraja melakukannya karena hanya pada masyarakat Toraja yang sepakat dengan rumpun keluarganya saja yang melaksanakan kegiatan tersebut. Sementara itu, dalam pelaksanaannya pembersihan dilakukan dengan menggantikan baju nene’ dan membersihkan patane (liang kubur) sebagai bentuk perhatian kepada leluhur.

Dalam ritual ma’nene’ rumpun keluarga juga biasanya melakukan rangkaian kegiatan lain seperti mengadakan acara bersama dengan mengorbankan hewan, baik itu kerbau (tedong) dan juga babi (bai). Selain itu, bisanya rumpun keluarga juga menyiapkan benda atau sesuatu yang disukai oleh jenazah sebelum meninggal dunia seperti diberikan rokok, kopi, baju, pa’pangngan (daun sirih), kalosi (buah pinang) dan benda lainnya.

Tahap Dalam Pelaksanaan Ritual Ma’Nene

Sumber foto : Marischa

Dalam menjalankan ritual ma’nene, terdapat beberapa tahapan yang dilakukan. Untuk tahap awal dimulai dengan memanjatkan doa dengan menggunakan bahasa Toraja kuno oleh pihak keluarga yang dituakan. Setelah itu, keluarga yang datang mengorbankan hewan seperti babi dan kerbau untuk di tunu (di bakar) kemudian di piong. Jumlah hewan yang dikorbankan sesuai dengan kesepakatan dari pihak keluarga.

Pemotongan kurban yang dilakukan bertujuan untuk memberikan penghormatan kepada leluhur yang didasarkan pada kepercayaan aluk to dolo bahwa mendiang yang sudah meninggal dunia tidak dapat sampai ke puya (surga) jika tidak ada kurban. Hal ini dipercaya oleh masyarakat suku Toraja bahwa hewan yang dikorbankan bersifat sakral dan mendiang yang meninggal dipercaya dapat sampai ke puya dengan adanya kurban tersebut.

Setelah melakukan pemotongan atau pengorbanan hewan, maka patane (liang kubur) dapat dibuka oleh pihak keluarga. Dalam  patane tersebut biasanya tidak hanya ada satu jenazah, tetapi berjumlah banyak karena merupakan satu rumpun keluarga yang memang sengaja disatukan. Setelah membuka patane pihak keluarga pun kemudian membuka peti mati jenazah atau kain pembungkus yang digunakan membungkus jenazah kemudian dijemur sebelum dibersihakan.

Setelah dijemur, selanjutnya dilakukan dengan mengganti kain atau alas peti dan juga baju jenazah, kemudian dilanjutkan dengan membersihkan tubuh jenazah menggunakan kuas atau kain. Setelah dibersihkan dan diganti pakaiannya, jenazah kemudian ditidurkan kembali kedalam peti dan diangkat masuk kembali ke patane. Kemudian tahap akhir ma’nene’ ini biasanya diakhiri dengan ma’semba’ sangmane (perkelahian menggunakan kaki)

Latar Belakang Ritual Ma’Nene’

Sumber foto : Marischa

Ritual ma’nene’ ini diturunkan dari seorang pemburu suku Toraja yang bernama Pong Rumase. Pong Rumase merupakan seorang warga Lepong Bulan, yang berdomisili di beberapa tempat seperti Gowa, Makassar, Luwu, Bastem, Toraja, Mamasa dan beberapa daerah sekitar Sulawesi sebelum dipetakan.

Pong Rumase wafat saat melakukan perjalanan, yang kemudian ditemukan oleh pemuda asal Baruppu’ Toraja Utara yang pada saat itu akan pergi mengadu ayam (ma’saung), pemuda tersebut merupakan saudara Saweregading. Karena pong Rumase ini memiliki kesaktian sehingga jasadnya dapat berbicara kepada pemuda itu. Jasad pong Rumase meminta bantuan kepada pemuda itu agar dapat dipulangkan karena belum diupacarakan.

Setelah itu, pemuda tersebut membawa jasad pong Rumase dengan membuka pakaian jenazah dn mengikat pong Rumase kemudian dibawa ketempat yang lebih layak. Dari kejadian ini pemuda yang menolong pong Rumase konon hidupnya pun diberkahi keberuntungan. Itulah yang menjadi  latar belakang ritual ma’nene’

Selain itu, ma’nene’ juga memiliki makna yang mencerminkan hubungan dengan sesama anggota keluarga bagi suku Toraja terlebih kepada sanak saudara yang sudah lebih dulu berpulang, hubungan keluarga tidak terputus meski sudah dipisahkan. Ritual ini juga digunakan sebagai wadah untuk memperkenalkan anggota keluarga yang tergolong muda dengan para leluhurnya.