Entah kenapa, saya selalu dijadikan tempat curhat oleh teman-teman saya tentang masalah percintaan. Ada yang sekedar ingin cerita saja biar plong, ada juga yang meminta solusi. Permasalahannya pun bervariasi, seperti sudah dekat selama bertahun-tahun tapi tak kunjung diberi kepastian, dekat dengan orang lain padahal sudah punya pacar, punya pasangan yang kelewat posesif atau obsesif, atau kekeuh tidak mau berpisah karena ‘masih sayang’.
Terkadang, saya sering geleng-geleng kepala mendengar cerita asmara dari teman-teman saya itu. Ada yang kelewat bucin dan pikirannya dipenuhi bayang-bayang doi sampai susah fokus belajar sampai menyebabkan tugas kuliahnya terbengkalai. Lalu ada juga yang tidak tahu cara berkomunikasi asertif yang baik dengan pasangan sehingga terjadi miskomunikasi yang berujung pada kesalahpahaman, dan lain-lain.
Tapi meskipun saya kerap kali menerima curhatan yang bikin pusing tujuh keliling, ada juga cerita dari teman-teman saya yang lain mengenai hubungan yang sehat. Sehingga hal itu membuat mereka masih bisa berprestasi dan sama-sama berkembang menjadi orang yang lebih baik. Saya salut dengan orang-orang seperti ini.
Tapi hal di atas itu hanya sedikit orang saja, ya. Karena biasanya orang yang sedang dimabuk cinta itu acap kali memang terlihat tolol atau bahasa halusnya kehilangan nalar berpikirnya. Bukankah begitu wahai jiwa-jiwa yang dipenuhi api asmara? Oleh karena itu, saya akan menguraikan ke dalam tiga jawaban.
- Masih dalam fase mabuk cinta
Disini saya akan mengutip perkataan Dimas Danang di sebuah podcast yang bernama Lintas Makna. Kebetulan waktu itu podcast-nya sedang membicarakan “Cara Jatuh Cinta yang Baik & Benar”. Jadi dalam kurun waktu 3 bulan ketika kita mulai merasakan perasaan terhadap seseorang, kita sedang berada di fase ‘mabuk cinta’.
Artinya, penilaian kita mengenai orang tersebut sangatlah bias dan kadang dilebih-lebihkan dalam pikiran kita. Sehingga dari situ membuat kita tidak dapat menilai situasi secara subjektif dan membuat kita terlalu mendewakan si doi. Atau dengan kata lain, halunya kebangetan deh.
Oleh karenanya, saran saya untuk tetap mempertahankan kewarasan saat di fase ini, ada baiknya untuk bercerita kepada teman dekat. Sehingga kita dapat diperingatkan jika sudah mulai ‘keluar jalur’.
- Belum matang secara emosional
Indikator seseorang yang sudah dewasa secara emosional adalah kemampuan untuk mengenali emosi yang dirasakan, mampu menerima saran dan kritik, tidak membiarkan diri dikontrol oleh emosi, dan tidak menggantungkan kebahagiaan kepada hal eksternal atau orang lain.
Dalam pengamatan saya, orang yang bucin seringkali bebal dan keras kepala ketika diberi saran dan kritik mengenai kebodohan mereka dalam hubungan percintaannya. Selain itu, orang yang belum dewasa secara emosional cenderung lebih susah mengkomunikasikan perasaannya. Mereka selalu berharap pasangannya bisa membaca pikirannya dan mengerti semua hal yang mereka inginkan.
Pun saat ada masalah, biasanya mereka juga lebih memilih untuk silent treatment dibandingkan duduk dan membicarakan hal tersebut. Tipe orang yang seperti ini benar-benar bikin saya geleng-geleng kepala.
- Terlalu nekat
Saya kerap kali menyebut tipe ini si paling “coba aja dulu”. Sesuai namanya, ini adalah tipe bucin yang nekat. Sebenarnya tidak salah kok punya mentalitas “kita ngak akan pernah tau kalau belum dicoba.” Tapi tolong ya, perhatikan juga situasinya, wahai teman-teman saya yang tercinta. Jangan terlalu nekat mengejar orang yang ngak ngasih anda kepastian. Jangan juga nekat deketin orang yang sudah punya pasangan dengan orang lain. Dan jika kalian sedang dalam komitmen dengan orang lain, jangan kegatelan!
Saya harap, semua teman saya dapat berada dalam hubungan yang sehat di mana mereka tidak kehilangan dirinya sendiri dan tidak melupakan prioritas mereka, seperti pendidikan serta pertemanan mereka.
Penulis : Annisa Nur
Penyunting: Khoirul Atfifudin
Sumber gambar : elle-aquitaine.tumblr.com