Judul: Educated | Penulis: Tara Westover | Penerjemah: Berkat Setio| Penerbit: Gramedia Pustaka Utama | Tebal: 516 hlm | ISBN: 9786020650357 | Genre: Biografi, Autobiografi
“Aku tahu seharusnya aku menjadi mabuk dengan rasa syukur, bahwa aku, gadis bodoh yang merangkak keluar dari tumpukan sampah, bisa diizinkan untuk belajar di sana, tetapi aku tidak mampu membangkitkan semangatku. Aku mulai memahami harga yang harus kubayar untuk pendidikanku, dan aku mulai membencinya.”
Buku Educated karya Tara Westover merupakan buku terlaris menurut New York Times dan pernah direkomendasikan oleh Bill Gates. Buku tersebut menceritakan tentang kehidupan Tara yang merupakan anak bungsu dari 7 bersaudara.
Sejak kecil Tara tinggal di Buck’s Peak suatu lembah yang terdapat di Amerika. Dia dan enam saudaranya tumbuh tanpa mengetahui bagaimana dunia di dataran bawah. Ia tidak pernah merasakan belajar di bangku kelas, kecuali mengikuti sekolah yang diadakan di Gereja. Hal itu dikarenakan ayahnya melarang anak-anaknya untuk belajar di sekolah umum lantaran dalihnya adalah akan di cuci otaknya oleh pemerintah. Bahkan menganggap sekolah merupakan penganut iluminati.
Uniknya lagi, Tara dan keempat saudaranya yang lain tidak dibuatkan akta kelahiran karena kekhawatiran sang ayah bahwa mereka akan dipaksa oleh pemerintah untuk bersekolah sehingga ayahnya memilih untuk menyembunyikan keberadaan mereka agar tidak terlibat dengan pemerintah.
Selain itu, ayah juga melarang keluarganya untuk pergi ke rumah sakit. Pun ketika mereka mengalami kecelakaan dahsyat, mereka tidak sekalipun pergi ke rumah sakit.
Ibunya menjadi bidan tanpa sekolah, belajar secara otodidak dan bukan merupakan lulusan bidan. Suatu waktu Ibu membuat obat-obatan herbal, lalu memasarkannya sehingga ekonomi keluarga mulai naik dan mempekerjakan orang-orang.
Sungguh mencengangkan kisah yang diceritakan oleh Tara Westover. Seluk beluk kehidupannya sangat rumit dan jauh berbeda dari kehidupan manusia pada umumnya. Dalam keseharinnya, Tara beserta saudara lainnya membantu ayah mengumpulkan barang rongsong material. Ayahnya sangat terobsesi dengan “Hari Kemurkaan.” Berulang kali ia mengingatkan pada keluarganya bahwa mereka perlu mempersiapkan diri untuk Hari Kemurkaan yang akan terjadi pada tanggal 31 Desember 1999. Sedangkan ketika sudah tiba di tanggal tersebut, dunia masih baik-baik saja.
Sang ayah totally stress dan menjadi sumber ‘penyakit’ keluarga. Meskipun sudah terbukti Hari Kemurkaan yang ia percayai tersebut tidak benar, ia tetap saja membuat teori-tori ekstrem dan meneguhkan keyakinannya untuk mengatur kehidupan keluarganya. Cara mendidik anaknya pun sama kacaunya dengan pemikirannya. Ketika Tara jatuh menghantam besi saat bekerja, bukannya segera di bawa ke rumah sakit, justru ia hanya diobati dengan herbal oleh ibunya. Tidak ada kekhawatiran selayaknya orang tua pada umumnya.
Ibunya juga sama anehnya dengan ayah. Dia adalah perempuan yang sangat mendukung suaminya. Penurut dan tidak pernah membantah. Namun, karakternya cenderung berubah-ubah sesuai dengan situasi yang dibutuhkan. Suatu waktu ibunya akan berpihak kepada anak-anaknya, mendukung mereka untuk keluar dan belajar, namun hal itu tidak akan bertahan lama karena di waktu yang sama juga ibu akan mendukung ayah untuk tidak pergi ke sekolah maupun rumah sakit.
Such a crazy family
Di kemudian hari baru diketahui bahwa ayah memiliki gangguan jiwa bipolar yang mengidentifikasi perilaku anehnya terhadap keluarga serta lingkungannya. Pola asuhnya yang ekstrem memberi dampak besar terhadap psikis Tara Westover. Berulang kali ia ingin menyerah terhadap dirinya dan pendidikan yang telah ia impikan. Namun, orang-orang terdekatnya, seperti professor di Universitas Cambridge meyakinkannya bahwa ia mampu dan layak menggapai mimpinya dengan menawarkan beasiswa sehingga ia tidak perlu memusingkan biaya hidup.
Buku ini cukup berat untuk saya pribadi. Alasan yang pertama, karena permasalahannya sangat complicated, dan yang kedua karena yang saya baca tersebut merupakan buku terjemahan sehingga seringkali didapati kalimat yang perlu dibaca berulang kali untuk memahaminya. Namun, secara keseluruhan buku ini mampu menghipnotis saya untuk masuk ke dalam ceritanya. Ada banyak sekali adegan kekerasan didalamnya sehingga kurang bijak jika dibaca oleh anak di bawah usia 17 tahun.
Kisah Tara Westover menyadarkan saya bahwa tidak semua orang beruntung mendapatkan keluarga yang baik dan pendidikan yang layak, sekalipun ia hidup di negara yang memfasilitasi hal itu yaitu di Amerika, negara adidaya, paling berkuasa. Faktanya, di setiap tempat akan selalu memiliki sudut tersembunyi yang tidak diketahui banyak orang.
Kehidupan Tara juga menunjukkan bahwa budaya patriarki terjadi dimanapun. Ibu Tara memilih bungkam dan pura-pura tidak tahu ketika Tara mengalami kekerasan yang dilakukan oleh saudara kandungnya sendiri. Ketika Tara mencoba mengadukannya pada ayah, ayah justru mengusirnya dan memutuskan hubungan dengan Tara.
Tara menunjukkan dirinya berjuang mati-matian untuk mencapai kebebasan berpikir serta melepas belenggu yang mengikat dari keluarganya. Bahkan untuk memuaskan hasrat keingintahuannya akan dunia, ia harus lalui sedemikian kerasnya. Hingga pada akhirnya memilih untuk meninggalkan keluarganya demi kebahagiaan serta ketentraman dirinya sendiri. Ada harga yang harus dibayar untuk mencapai kebebasan dan kebahagiaan tersebut.
Berikut beberapa kutipan favorit saya dari buku Educated karya Tara Westover:
“Hidupku dinarasikan untukku oleh orang lain. Suara mereka kuat, tegas, mutlak. Tidak pernah terpikir olehku bahwa suaraku mungkin bisa sekuat mereka.” – hlm. 296
“Ketidaktahuanku membuatku diam: aku tidak bisa membela diri, karena aku tidak mengerti tuduhan itu.” – hlm. 299
“Keuntungan terkuat dari uang : kemampuan untuk memikirkan hal-hal lain di luar uang.” – 311
“Anak-anak dari orang tua bipolar terdampak dengan faktor risiko ganda: pertama, karena mereka secara genetic cenderung mengalami gangguan suasana hati, dan kedua, karena lingkungan yang penuh tekanan dan pola asuh yang buruk dari orang tua dengan gangguan semacam itu.” – hlm. 316
“Pertama-tama cari tahu yang mampu kau lakukan, lalu putuskan siapa dirimu sebenarnya.” – hlm. 346
“Penentu terkuat siapa dirimu sebenarnya selalu ada di dalam dirimu sendiri.” – hlm. 366
“Kebebasan positif adalah penguasaan diri – aturan diri, oleh diri sendiri. Memiliki kebebasan positif, jelasnya, berarti mengendalikan pikiran sendiri. Dibebaskan dari ketakutan dan kepercayaan yang tidak rasional, dari kecanduan, takhayul, dan semua bentuk pemaksaan diri lainnya.” – hlm. 385
“Aku bertanya-tanya pendidikan apa yang bisa diharapkan dari ibu yang tidak berpendidikan.” – hlm. 399
“Masa lalu adalah hantu, bukan sesuatu yang penting, tidak memiliki pengaruh apapun. Hanya masa depanlah yang memegang kendali.” – hlm. 411
“Satu hal tentang mengalami gangguan kejiwaan adalah, betapapun jelasnya kita sedang mengalaminya, entah bagaimana, bagi kita yang mengalaminya, itu menjadi tidak jelas.” – hlm. 459
Penulis: Chandra Septianur Suyuti
Penyunting: Khoirul Atfifudin