Di era dewasa ini, dimana zaman semakin praktis, kegiatan tulis-menulis semakin jarang untuk dilakukan, dikarenakan kita dibuat terlena sekaligus bermental manja terhadap teknologi dan juga informasi yang telah disuguhkan, sebagai contoh kecilnya, ketika kita ingin atau sedang berkomunikasi dengan orang lain melalui aplikasi whatsapp, tak sedikit dari kita cukup sering menggunakan fitur voice note, artinya secara tidak langsung kita lebih suka berbicara daripada berpikir untuk merangkai kata-kata, Padahal kegiatan tulis-menulis memiliki banyak sekali manfaat, hanya saja mungkin dari  kita seringkali kurang bisa merasakan.

Manfaat menulis sedikitnya saya jabarkan sebagai berikut:

  • Sebagai proses analisa terhadap suatu masalah yang sedang dihadapi
  • Sebagai tempat mencurahkan berbagai kejadian atau peristiwa melalui kata-kata
  • Dapat dijadikan untuk mencari penghasilan tambahan ketika tulisan kita memenangkan kompetisi lomba, atau dimuat dimedia ternama, atau juga tulisan kita dapat dibukukan, dan lain sebagainya.

Kemudian, ketika kita melihat tokoh-tokoh besar dibidangnya seperti Soekarno, Tan Malaka, R.A Kartini, Jalauludin Rumi, Nietzsche dan lain sebagainya, mereka tidak terlepas dari kegiatan tulis-menulis, bahkan setelah akhir hayatnya, mereka masih dikenang akibat tulisan-tulisannya, hal tersebut berkolerasi dengan perkataan sastrawan ternama yaitu Pramoedya Ananta Toer, bahwa beliau pernah berkata “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah, Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”

Lalu apakah menulis hanya sebagai ajang mencapai ketenaran? Tentu saja  itu bisa dijadikan sebagai salah satu outputnya saja, karena kita tidak boleh risau semisal kita menulis tentang sesuatu hal, lalu tidak ada yang membacanya, sebabnya tulisan dapat dijadikan semacam tali pengikat terhadap fenomena atau kejadian yang pernah kita alami, seperti ungkapan seorang penulis yang bernama Pidi Baiq yang pernah mengatakan: “Menulislah!, Waktu akan membuat lupa, tapi tulisan yang kamu buat akan kembali mengingatkannya.”

Bukan hanya itu saja, diantara dahsyatnya tulisan adalah dapat dijadikan sebagai media agitasi yang dilanjut dengan propaganda kepada masyarakat luas, seperti penulis Wiji Thukul dan juga W.S. Rendra, yang menulis berbagai sajak-sajak perlawanan yang berakibat menjadi bahan incaran semasa kepemimpinan rezim orde baru.

Oleh karenanya, Dari sedikit yang saya jabarkan diatas, sudah jelas bagaimana kekuatan sekaligus keuntungan yang kita peroleh akibat menulis, sehingga tidak ada alasan lagi untuk kita tidak mau mencurahkan cerita, gagasan ataupun opini  melalui tulisan.

Sebagai penutupnya, saya akan mengutip perkataan tokoh besar muslim yang bernama Al-Ghazali, beliau pernah berpesan: “Kalau kau bukan anak raja, dan kau bukan anak seorang ulama besar, maka jadilah penulis”.

Penulis: Khoirul Atfifudin