by : IRO

Buana Pers – Pada tanggal 21 April 1879 telah lahir seorang wanita perkasa yang berasal dari tanah Jepara. Wanita tersebut bernama Raden Adjeng Kartini Djojo Adhiningrat atau yang biasa kita kenal dengan sebutan R.A. Kartini. Kartini adalah sosok ‘feminis’ dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Ia merupakan lambang bagi perjuangan hak kaum wanita sejak masa penjajahan yang secara spesifik menginginkan kemerdekaan hak kaum wanita.

Dalam beberapa hal, Kartini dapat dikatakan bahwa beliau adalah sosok “feminis” yang menjadi pelopor pergerakan dalam sejarah bangsa Indonesia. Feminisme yang ditampilakn oleh Kartini berupa usaha untuk memberikan hak yang adil kepada wanita yaitu emansipasi. Jika kita menilik kembali pada surat-surat yang telah beliau tuliskan semasa hidupnya yaitu berisi tentang kekhawatirannya atas asas patriarki dan budaya Jawa yang dianggap dapat menghambat kemajuan kaum perempuan.

Berbicara mengenai feminis, kini banyak bermunculan pergerakan-pergerakan feminis di dunia. Dikutip dari kumparan.com sebagai sebuah gerakan politik, kesadaran tentang feminisme muncul pertama kali pada tahun 1792 di Inggris. Yakni, lewat buku berjudul “A Vindication of the Rights of Woman karya filsuf Inggris, Mary Wollstonecraft.

Wollstonecraft menerbitkan buku tersebut usai revolusi Prancis meletus. Kala itu, dia melihat adanya partisipasi politik yang timpang antara laki-laki dengan perempuan. Untuk itu dia menilai penggulingan monarki absolut seharusnya dapat menjadi momentum bagi perempuan untuk bergerak. Dalam bukunya juga ia menuliskan, “telah tiba waktunya untuk mempengaruhi sebuah revolusi melalui cara perempuan, telah tiba waktunya untuk memulihkan kewibawaan perempuan yang telah hilang.

Di Indonesia sendiri pergerakan feminis baru dimulai satu abad setelahnya. R.A. Kartini yang merupakan salah satu tokoh emansipasi wanita turut serta menyumbangkan pemikiran cemerlangnya mengenai kritik keadaan perempuan Jawa yang tidak diberikan kesempatan mengecap pendidikan yang setara dengan laki-laki. Gagasan hebat beliau mengenai kondisi wanita di Indonesia kala itu ia sampaikan kepada sahabat penanya dari Belanda yang bernama Rosa Abendanon. Berawal dari Kartini yang tertarik pada kemajuan berpikir perempuan Eropa kemudian timbul keinginannya untuk memajukan perempuan pribumi. Hal ini didasari karena Kartini melihat bahwa perempuan pribumi berada pada status sosial yang rendah.

Kartini lebih menekankan peran utama seorang wanita sebagai ibu, dimana ibu berperan sebagai pendidik manusia yang pertama. Hal ini diungkapkan Kartini dalam surtanya kepada Prof. Anton yang berisi, “Kami disini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak-anak wanita, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak wanita itu menjadi saingan laki-laki dalam hidupnya, tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya yang diserahkan alam (sunatullah) sendiri ke dalam tangannya : menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama.”

Jika kita sederhanakan, feminis dapat kita pahami sebagai gerakan emansipasi wanita. Di era milenial ini, emansipasi wanita telah mengalami banyak perkembangan sehingga para wanita dapat melakukan banyak hal tanpa rasa khawatir maupun takut. Melalui sejarah R.A Kartini, kita dapat belajar bahwa perjuangan beliau tidak sia-sia dan juga menghasilkan kebebasan berekspresi bagi kaum wanita.  

Penulis : Rahmat Nurul Khatami

Editor : Cici Jusnia