Title : Tuhan Maha Asyik
Author : Sujiwo Tedjo dan D.R M. Nur Samad Kamba
Publisher : Imania
Published : 2016
Pages : 245
ISBN : 978-602-7926-29-5
Ayat 1
Wayang
Tuhan Maha Asyik, apa yang terlintas dipikiran kalian ketika mendengar kalimat itu? Kalau saya sendiri sangat senang dan begitu sumringah, karena saya menemukan kalimat jenaka yang membuat hati tertawa-tawa, bukan sebaliknya seperti dogma-dogma yang saya dapat, kalimat tentang ketuhanan dan keagamaan begitu menakutkan dengan hidangan Surga dan Neraka sebagai lauk pauknya.
Kala itu saya masih SMA dan dengan lugunya saya sebarkan sebuah kalimat jenaka tadi kepada teman-teman, tahu apa responnya? Mereka bilang saya sesat dan liberal heuheu tapi saya tak menyalahkan mereka, mungkin saja mereka memang tidak jenaka atau bisa jadi memang saya yang tersesat.
Dalam prolognya kita disuguhi dengan kisah Sanyasin Sang Pendeta Suci. Ia berkata, saya sedemikian percayanya bahwa semua ini pekerjaan Tuhan, semua campur tangan Tuhan, manusia hanya melakukan akting. Sebagai orang suci, ia percaya bahwa apa pun yang terjadi di dunia ini atas kehendak Tuhan. Ketika petani memukul, Sanyasin melihatnya sebagai Tuhan yang datang memukul. Ketika perawat membawakan susu, Sanyasin melihat Tuhan sendiri yang melakukannya. Ke mana pun dia pergi, wajah Tuhan selalu ia lihat di sembarang orang dan makhluk. Tuhan bisa menghukum dan sebaliknya Tuhan bisa begitu welas asih, tergantung karma atau akting yang sedang dilakukan seseorang. Tuhan Yang Maha Asyik.
Dari kisah Sanyasin saya melihat semua yang terjadi di dunia ini terjadi sesuai kehendak Tuhan, tak ada yang luput dari-Nya sekalipun itu keburukan, tapi saya juga melihat orang-orang menjelma menjadi Tuhan
Bukankah hanya Tuhan yang absolut lalu mengapa manusia suka berucap “ kau kafir, kau domba tersesat” seolah-olah mereka yang paling benar ! tapi bukankah kebenaran itu kesepakatan?
Lalu apa peran manusia ? jika semua yang terjadi di dunia ini ada andil-Nya dan semua yang terjadi itu adalah kehendak-Nya.
Apakah kita sebagai manusia hanya wayang semata, hanya aktris dan aktor belaka, mengikuti arahan dalang dan sutradara? Jika semua sudah ditakdirkan apakah sia-sia kita berbuat baik sementara kejahatan yang diciptakan manusia begitu merajalela, bukankah sejarah manusia begitu banyak kebohongan dan pertumpahan darah?.
Penulis mengajak kita untuk membedah suatu fenomena dengan bahasa sederhana, kita pasti pernah bertanya jika Dia Maha Kuasa, Maha Penyayang dan Maha Adil. Lalu kenapa masih ada kejahatan di muka bumi?
Suatu hari Tuhan berfirman kepada Nabi Daud As.: “ Engkau berkehendak, Aku berkehendak. Yang berlaku adalah yang Aku kehendaki. Jika engkau berserah diri kepada kehendak-Ku, Aku memenuhi kehendakmu dan jika tidak, engkau akan lelah mengejar kehendakmu sedangkan yang terjadi adalah kehendak-Ku jua”.
Di buku ini kita membedah perihal takdir, apakah kita hanya wayang semata? Tapi ternyata apa-apa yang menjadi kehendak manusia meskipun itu bukan kehendak-Nya, akan dikehendaki jua. Itu berarti kita diberi kebebasan “sebebas-bebasnya” berbuat sesuatu di bumi yang fana ini.
Jadi apakah manusia tak bisa menyalahkan-Nya ? jika ketidakadilan dan kesewenang-wenangan itu adalah kehendak manusia yang dimana itu dikehendaki oleh-Nya.
Lalu apa yang menjadi benar-benar kehendak-Nya jika semua yang tidak dikehendaki oleh-Nya tetap dikehendaki jua ?
Dalam bukunya penulis berkata Tuhan adalah Cinta dan dalam cinta tidak begitu penting kehendakmu atau kehendakku, sebab sudah mengalami kebersatuan. Para kekasih saling mengerti apa kemauan masing-masing sehingga tidak perlu mengejar kehendak sendiri-sendiri.
Penulis mengajak kita untuk mendengar kata hati, di mana kata hati itu adalah cinta dan dengan cinta kita bisa mengenal Tuhan dengan asyik.
Lewat buku ini saya belajar merubah dan mereformasi pandangan saya tentang Tuhan dan tentunya mengamini.
Jadi ini bukan buku untuk menjadi ateis ya heuheu karena ada teman saya yang sempat berucap seperti itu
Sebenarnya masih banyak yang bisa kita upas dari buku ini, dilain hari semoga masih bisa menyapa lewat tulisan sederhana ini.
Penulis : Rizky Fajar N.A