Buana pers – China melaporkan secara resmi terkait dengan merebaknya virus corona kepada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 31 Desember 2019. Namun, tim research dari Universitas Harvard, melakukan analisis melalui foto-foto satelit lalu lintas di sejumlah rumah sakit di Wuhan dan dari penelitian tersebut mereka mengatakan bahwa warga disana (Wuhan) mungkin telah terinfeksi sejak akhir Agustus 2019 (dilansir dari laman www.bbc.com). Pandemi ini terus berkembang dan semakin menyebar hampir ke seluruh penjuru bumi, tak terkecuali Indonesia.
Dikutip dari kompas.com pandemi pertama kali masuk ke Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020 dengan kasus awal terkonfirmasi positif berjumlah dua orang. Namun, hal ini langsung ditanggapi oleh Pakar Epidemiologi Universitas Indonesia yaitu Pandu Riono. Beliau mengatakan bahwa virus corona jenis SARS-CoV-2 sebagai penyebab Covid-19 tersebut telah masuk ke Indonesia sejak awal Januari.
“Sejak awal Januari kemungkinan besar virus (SARS-CoV-2) itu sudah masuk ke Indonesia”, kata pandu dalam diskusi yang bertajuk Mobilitas Penduduk dan Covid-19: Implikasi Sosial, Ekonomi, dan Politik, Senin (4 Maret 2020). Tetapi, identifikasi kasus awal tersebut merupakan sebuah transmisi lokal dan bukan penularan kasus impor. Hal ini bisa saja terjadi melalui pintu-pintu gerbang di beberapa wilayah di Indonesia.
Covid-19 yang awalnya hanya sebuah penyakit flu biasa yang tidak akan bertahan lama, nyatanya persepsi itu salah. Sejak pertama kali di gaungkan di Indonesia pada awal Maret 2020 hingga saat ini, tak terasa pandemi telah merenggut pergerakan di berbagai sektor yang ada. Selama setahun terakhir ini Indonesia seperti hidup di dalam sebuah penjara.
Pandemi yang telah berjalan setahun ini mengakibatkan banyak dampak di berbagai sektor salah satunya ialah pada sektor pendidikan yang ada di negara tercinta ini. Perubahan ini sangat terasa perbedaanya, proses belajar mengajar yang wajarnya dilakukan di dalam ruang kelas dengan interaksi yang dilakukan oleh guru dan siswa. Namun, secara terpaksa pemerintah harus melakukan tindakan dengan menerapkan PBM dari rumah melalui sistem daring. Hal ini dilakukan untuk menekan tingkat penyebaran virus corona.
Proses daring di lakukan serentak di berbagai jenjang pendidikan baik SD, SMP, SMA, hingga perguruan tinggi. Langkah ini dinilai tepat, tetapi untuk persiapan sendiri dinilai masih sangat kurang. Alhasil banyak pendidik dan peserta didik yang gagap dalam menghadapi perubahan yang drastis ini. Perubahan yang sangat cepat serta tidak diimbangi dengan persiapan yang matang membuat banyak orang yang terlibat terkena culture shock.
Dilansir dari kompas.com Nadiem Makarim selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengatakan “kita harus jujur terkait proses adaptasi dari offline ke online learning juga sangat sulit. Paling tidak masih ada pembelajaran yang terjadi daripada tidak ada sama sekali proses pembelajaran.”
Walaupaun langkah ini dinilai tepat dalam menekan jumlah penyebaran virus Covid-19, tetapi tidak sedikit masalah yang timbul dari pembelajaran online ini. “pembelajaran online memang cara yang paling tepat pada saat pandemi seperti ini, namun timbul masalah baru yang dihadapi oleh para mahasiswa. Misalnya saja saat mengadakan pertemuan virtual yang terjadi ketika jaringan lagi unstabil maka suara menjadi putus-putus, ketika hal itu terjadi timbul lagi permasalahan yaitu ketidak pahaman materi yang harus didapatkan mahasiswa maupun peserta didik, belum lagi masalah kuota yang digunakan juga banyak berarti jumlah uang yang dikeluarkan juga akan semakin banyak ditambah dengan pengeluaran di kampus SPP dan biaya lainnya yang semakin berat untuk kondidi perekonomian saat ini.” Kata seorang teman mahasiswa.
Oleh karena itu, pembelajaran daring akan tepat jika segala persiapannya juga sesuai, mulai dari kesiapan teknis maupun non-teknis. Tentu banyak harapan dari mahasiswa agar perkuliahan daring ini segera usai dikarenakan banyaknya problem yang dihadapi mahasiswa. Pandemi telah membuat kehidupan pendidikan negeri ini berubah 180 derajat.
AlanDwiArianto_Article